Friday, November 18, 2016

Sejarah Perkembangan Buku



           Sejarah membuktikan bahwa sudah sejak lama sekali manusia membutuhkan media untuk menyimpan, mengkomunikasikan serta melestarikan informasi ataupun pengetahuan yang dimilikinya. Karena itu jauh sebelum ditemukannya buku (seperti yang kita kenal saat ini), selama ribuan tahun manusia telah
merekam berbagai kepercayaan (keyakinan), legenda-legenda, dan aktivitas sehari-hari mereka dengan cara melukiskan gambar-gambar pada dinding-dinding gua, permukaan batu karang, dan lain sebagainya yang terlindungi dari cuaca (Knowlton, 1997 : 318)
                Untuk memenuhi kebutuhan dan penyimpanan informasi atau pengetahuan tersebut diatas, orang mulai memikirkan cara yang lebih praktis, dan karenanya orang-orang Summerian yang dikenal sebagai bangsa yang kreatif dan juga sebagai pembangun kota pertama di dunia, pada sekitar 10.000 tahun yang lalu sudah menemukan suatu bentuk tulisan sederhana yang dikenal sebagai tulisan paku (Knowlton, 1997: 318). Mereka menggambar arsip bisnisnya pada tablet tanah liat yang dikeraskan dengan sinar matahari. Lalu pada sekitar 3.500 tahun SM orang Mesir mulai mengembangkan apa yang disebut sebagai hieroglyph atau tulisan suci yaitu berupa gambar atau tulisan Mesir kuno yang ditulis pada lembaran-lembaran lontar atau papyrus (Knowlton, 1997: 318)
                Temuan arkeologis menghasilkan bahwa aktivitas produksi literatur dengan media papyrus meningkat pesat di Mesir pada masa kekuasaan Fir’aun, tidak hanya teks-teks keagamaan yang diproduksi, tetapi juga karya-karya ilmiah dan karya sastra (Dahl, 1968: 7). Selanjutnya papyrus menjadi industri besar di Mesir dan diekspor ke seantero dunia terutama Yunani. Orang-orang Yunani sangat maju dalam penulisan dan pembuatan buku dengan penemuan abjad yang terdiri dari 24 simbol yang disebut huruf, masing-masing huruf tentu jauh lebih mudah dibanding menyusun dengan gambar.
                Lalu pada sekita 146 tahun SM kerajaan Romawi menaklukkan Yunani, mereka kemudian mengabdosi beberapa gagasan Yunani, sebagian besar buku Yunani dan perpustakaan dipindahkan dari Yunani ke Roma. Sebenarnya Orrang-orang Romawi juga menulis buku-buku mereka pada Caudex yaitu papan-papan kayu yang tipis yang sisi-sisinya diberi lubang lalu digabungkan dengan melilitkan cincin di lubang tersebut.
                Perkembangan lanjutan dari sejaah buku modern adalah pengunaan parchment (kulit binatang yang sangat tipis dan telah diposes, direnggangkan dan di gosok dengan batu apung). Dibandingkan dengan papyrus, parchment lebih mahal tetapi ia memiliki beberapa kelebihan, diantaranya lebih kuat dan tahan lama, tinta bisa dihapus darinya, serta dapat dicat dan dihias dengan lembaan emas dan warna-warna terang, dan kemudian kedua sisinya bisa digunakan untuk menulis. (Knowlton, 1997: 319).
                Sementara itu orang Cina juga telah mengembangkan tulisan dan buku-buku dengan media sikat dan tinta hitam ang berkilauan. Awalna mereka menulis dibalik daun-daun palm, potongan bambu atau papan kayu (Dahl, 1968: 13), karena mereka tidak memiliki papyrus dan parchment. Saat mereka menginginkan bahan yyang lebih praktis dari pada daun palm atau bambu, maka mereka mencoba menggunakan panel kain sutra untuk puisi tebaiknya, tetapi ia tidak tahan lama dan juga sangat mahal. Akhirnya pada tahun 105 Masehi, Ts’ai Lun untuk petama kalinya menemukan kertas yang sebenarnya. Dengan kertas tersebut pada mulanya orang Cina menulis buku mereka dengan tangan, tetapi selanjutnya mereka mengembangkan teknik mesin cetak yang disebut woodcut, yang memungkinkan mereka menggambar teks dengan mudah dan membuat berbagai impresi pada halaman tersebut. Jadi penemuan kertas telah meubah bentuk buku-buku Cina menjadi halaman-halaman ukuan penuh yang terjilid, dan ini menjadi standar buku-buku Cina selama lebih dari seribu tahun lamanya hingga diperkenalkan mesin cetak dari Eropa.
                Pada tahun 476 setelah Roma jatuh adalah era kegelapan Eropa, saat itu hampir seluruh pembuatan dan penjualan buku tehenti. Baru pada tahun 1100 sebagian kecil masyarakat Kristen mulai menulis buku lagi dan disebut Monasteries. Para biarawan juga membuat naskah-naskah yang indah yang diwarnai dengan warna-warna terang, dan diberi bolder dengan ornamen binatang dan tumbuhan.
                Selanjutnya kebutuhan akan buku meningkat pada puncak abad pertengahan seiring dengan dibukanya universitas-universitas dan perguruan tinggi di kota-kota di Eropa. Para penyalin naskah mulai membuat naskah tetapi tidak pernah cukup sampai menjadi buku. Situasi ini berubah dengan cepat setelah ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg pada sekitar tahun 1450. Mesin cetak ini memungkinkan buku dicetak secara masal dan lebih murah (Widjanarko, 2000: 25). Lalu pada tahun 1500-an mesin cetak itu telah beredar di kota-kota besar Eropa dan lebih dari 10 juta salinan dari ribuan buku telah dicetak (Knowlton, 1968: 321). Maka untuk pertama kalinya dalam sejarah, buku menjadi demikian berlimpah dan popular. Jutaan orang bisa mengembangkan perhatian dan keinginan utuk belajar dan membaca sejak tersedianya buku-buku. Seluruh buku yang diterbitkan sebelum tahun 1501 disebut incunabula. (Knowlton, 1997: 322)
                Lalu sejak lebih dari 450 tahun yang lalu bentuk buku modern dibuat dimana halaman-halaman kertas dijilid dengan sampul yang keras di bagian depan dan belakangnya, dan bentuk ini digunakan selama lebih dari 200 tahun lamanya. Buku paperback baru pertama kali diterbitkan pada sekitar tahun 1800-an, dan hingga saat ini buku-buku paperback masih merupakan bisnis yang besar (Knowlton, 1997: 322).
                Selanjutnya seiring dengan kemajuan teknologi maka pada tahun 1930-an mulai dipopulerkan buku-buku berbentuk rekaman suara (audio tape), dimana aktor terkenal ataupun pengarang itu sendiri merekam apa yang mereka baca baik berupa buku fiksi maupun nonfiksi.
                Diri waktu ke waktu buku terus mengalami perkembangan yang signifikan baik dari segi kualitas maupun formatnya. Dan segi kemajuan dalam bidang teknologi informasi dan telekomunikasi, maka dewasa ini buku tidak hanya terbit dalam format tercetak diatas kertas, tetapi telah dikembangkan lebih jauh menjadi buku elektronik (ebook), dan juga fersi digital yang bahkan sebagainya dapat diakses melalui internet.

Sumber : Siti Maryam dan Alfida, Sarana Bibliografi : Pengantar Teori dan Praktek. Tangerang Selatan : UIN Jakarta Press, 2013. hlm. 3-6

No comments:

Post a Comment