Sejarah membuktikan bahwa sudah
sejak lama sekali manusia membutuhkan media untuk menyimpan, mengkomunikasikan
serta melestarikan informasi ataupun pengetahuan yang dimilikinya. Karena itu
jauh sebelum ditemukannya buku (seperti yang kita kenal saat ini), selama
ribuan tahun manusia telah
merekam berbagai kepercayaan (keyakinan), legenda-legenda, dan aktivitas sehari-hari mereka dengan cara melukiskan gambar-gambar pada dinding-dinding gua, permukaan batu karang, dan lain sebagainya yang terlindungi dari cuaca (Knowlton, 1997 : 318)
merekam berbagai kepercayaan (keyakinan), legenda-legenda, dan aktivitas sehari-hari mereka dengan cara melukiskan gambar-gambar pada dinding-dinding gua, permukaan batu karang, dan lain sebagainya yang terlindungi dari cuaca (Knowlton, 1997 : 318)
Untuk
memenuhi kebutuhan dan penyimpanan informasi atau pengetahuan tersebut diatas,
orang mulai memikirkan cara yang lebih praktis, dan karenanya orang-orang Summerian
yang dikenal sebagai bangsa yang kreatif dan juga sebagai pembangun kota
pertama di dunia, pada sekitar 10.000 tahun yang lalu sudah menemukan suatu
bentuk tulisan sederhana yang dikenal sebagai tulisan paku (Knowlton, 1997:
318). Mereka menggambar arsip bisnisnya pada tablet tanah liat yang dikeraskan
dengan sinar matahari. Lalu pada sekitar 3.500 tahun SM orang Mesir mulai
mengembangkan apa yang disebut sebagai hieroglyph atau tulisan suci yaitu
berupa gambar atau tulisan Mesir kuno yang ditulis pada lembaran-lembaran
lontar atau papyrus (Knowlton, 1997: 318)
Temuan
arkeologis menghasilkan bahwa aktivitas produksi literatur dengan media papyrus
meningkat pesat di Mesir pada masa kekuasaan Fir’aun, tidak hanya teks-teks
keagamaan yang diproduksi, tetapi juga karya-karya ilmiah dan karya sastra
(Dahl, 1968: 7). Selanjutnya papyrus menjadi industri besar di Mesir dan
diekspor ke seantero dunia terutama Yunani. Orang-orang Yunani sangat maju
dalam penulisan dan pembuatan buku dengan penemuan abjad yang terdiri dari 24
simbol yang disebut huruf, masing-masing huruf tentu jauh lebih mudah dibanding
menyusun dengan gambar.
Lalu
pada sekita 146 tahun SM kerajaan Romawi menaklukkan Yunani, mereka kemudian
mengabdosi beberapa gagasan Yunani, sebagian besar buku Yunani dan perpustakaan
dipindahkan dari Yunani ke Roma. Sebenarnya Orrang-orang Romawi juga menulis
buku-buku mereka pada Caudex yaitu papan-papan kayu yang tipis yang
sisi-sisinya diberi lubang lalu digabungkan dengan melilitkan cincin di lubang
tersebut.
Perkembangan
lanjutan dari sejaah buku modern adalah pengunaan parchment (kulit
binatang yang sangat tipis dan telah diposes, direnggangkan dan di gosok dengan
batu apung). Dibandingkan dengan papyrus, parchment lebih mahal tetapi
ia memiliki beberapa kelebihan, diantaranya lebih kuat dan tahan lama, tinta
bisa dihapus darinya, serta dapat dicat dan dihias dengan lembaan emas dan
warna-warna terang, dan kemudian kedua sisinya bisa digunakan untuk menulis.
(Knowlton, 1997: 319).
Sementara
itu orang Cina juga telah mengembangkan tulisan dan buku-buku dengan media
sikat dan tinta hitam ang berkilauan. Awalna mereka menulis dibalik daun-daun
palm, potongan bambu atau papan kayu (Dahl, 1968: 13), karena mereka tidak
memiliki papyrus dan parchment. Saat mereka menginginkan bahan
yyang lebih praktis dari pada daun palm atau bambu, maka mereka mencoba
menggunakan panel kain sutra untuk puisi tebaiknya, tetapi ia tidak tahan lama
dan juga sangat mahal. Akhirnya pada tahun 105 Masehi, Ts’ai Lun untuk petama
kalinya menemukan kertas yang sebenarnya. Dengan kertas tersebut pada mulanya
orang Cina menulis buku mereka dengan tangan, tetapi selanjutnya mereka
mengembangkan teknik mesin cetak yang disebut woodcut, yang memungkinkan
mereka menggambar teks dengan mudah dan membuat berbagai impresi pada halaman
tersebut. Jadi penemuan kertas telah meubah bentuk buku-buku Cina menjadi
halaman-halaman ukuan penuh yang terjilid, dan ini menjadi standar buku-buku
Cina selama lebih dari seribu tahun lamanya hingga diperkenalkan mesin cetak
dari Eropa.
Pada
tahun 476 setelah Roma jatuh adalah era kegelapan Eropa, saat itu hampir
seluruh pembuatan dan penjualan buku tehenti. Baru pada tahun 1100 sebagian
kecil masyarakat Kristen mulai menulis buku lagi dan disebut Monasteries.
Para biarawan juga membuat naskah-naskah yang indah yang diwarnai dengan
warna-warna terang, dan diberi bolder dengan ornamen binatang dan tumbuhan.
Selanjutnya
kebutuhan akan buku meningkat pada puncak abad pertengahan seiring dengan
dibukanya universitas-universitas dan perguruan tinggi di kota-kota di Eropa. Para
penyalin naskah mulai membuat naskah tetapi tidak pernah cukup sampai menjadi
buku. Situasi ini berubah dengan cepat setelah ditemukannya mesin cetak oleh
Gutenberg pada sekitar tahun 1450. Mesin cetak ini memungkinkan buku dicetak
secara masal dan lebih murah (Widjanarko, 2000: 25). Lalu pada tahun 1500-an
mesin cetak itu telah beredar di kota-kota besar Eropa dan lebih dari 10 juta
salinan dari ribuan buku telah dicetak (Knowlton, 1968: 321). Maka untuk
pertama kalinya dalam sejarah, buku menjadi demikian berlimpah dan popular. Jutaan
orang bisa mengembangkan perhatian dan keinginan utuk belajar dan membaca sejak
tersedianya buku-buku. Seluruh buku yang diterbitkan sebelum tahun 1501 disebut
incunabula. (Knowlton, 1997: 322)
Lalu
sejak lebih dari 450 tahun yang lalu bentuk buku modern dibuat dimana
halaman-halaman kertas dijilid dengan sampul yang keras di bagian depan dan
belakangnya, dan bentuk ini digunakan selama lebih dari 200 tahun lamanya. Buku
paperback baru pertama kali diterbitkan pada sekitar tahun 1800-an, dan
hingga saat ini buku-buku paperback masih merupakan bisnis yang besar
(Knowlton, 1997: 322).
Selanjutnya
seiring dengan kemajuan teknologi maka pada tahun 1930-an mulai dipopulerkan
buku-buku berbentuk rekaman suara (audio tape), dimana aktor terkenal
ataupun pengarang itu sendiri merekam apa yang mereka baca baik berupa buku
fiksi maupun nonfiksi.
Diri
waktu ke waktu buku terus mengalami perkembangan yang signifikan baik dari segi
kualitas maupun formatnya. Dan segi kemajuan dalam bidang teknologi informasi
dan telekomunikasi, maka dewasa ini buku tidak hanya terbit dalam format
tercetak diatas kertas, tetapi telah dikembangkan lebih jauh menjadi buku
elektronik (ebook), dan juga fersi digital yang bahkan sebagainya dapat
diakses melalui internet.
Sumber : Siti Maryam dan Alfida, Sarana Bibliografi : Pengantar
Teori dan Praktek. Tangerang Selatan : UIN Jakarta Press, 2013. hlm. 3-6
No comments:
Post a Comment